Jumat, 06 Maret 2015
Negara Islam Lebarkan Sayap ke Asia Tenggara
Jumlah keluarga dari Malaysia bergabung dengan kelompok militan, ISIS semakin meningkat. Saat ini, sedikitnya delapan keluarga asal Malaysia bergabung dengan ISIS di Suriah.
Teridentifikasinya dua warga Malaysia sebagai algojo ISIS dalam video yang diunggah di Facebook pada Minggu (22/2), semakin menguatkan dugaan bahwa ISIS mulai melebarkan sayapnya di Asia Tenggara.
Badan Kekerasan Politik dan Riset Terorisme (ICPVTR) Singapura menyatakan bahwa saat ini terdapat 22 kelompok di Asia Tenggara yang telah berbaiat setia kepada pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.
"ISIS menyebarluaskan propaganda di wilayah Asia Tenggara secara daring dan menggunakan bahasa setempat," kata Rohan, dalam konferensi global Keamanan Asia di Singapura, dikutip dari media Malaysia, The Star, Kamis (5/3).
Gempuran koalisi serangan udara terhadap berbagai markas di Irak dan Suriah mendorong militan ISIS mengembangkan sayap di kawasan lain.
"Ketika ISIS kehilangan wilayah, kelompok ISIS akan menjadi lebih memberontak, secara hukum teroris, mereka akan mencoba memperbesar pengaruhnya hingga ke luar negeri," kata Profesor Rohan Gunaratna, seorang pakar keamanan Singapura, dikutip dari media Singapura, The Straits Times secara terpisah.
"Dunia harus bersiap diri untuk serangan teroris gelombang baru, seperti yang kita saksikan di Sydney, Kopenhagen, Paris dan Ottawa baru-baru ini, dan juga serangan yang bahkan dapat mencerminkan skala 9/11," kata Rohan.
Analis riset ICPVTR menyatakan terdapat obrolan secara daring di kalangan militan mengenai penggunaan bahan kimia dan senjata radiologi, seperti bom klorin. Dugaan ini makin menguat ketika seorang militan ISIS yang tewas dalam serangan udara pada Januari merupakan ahli senjata kimia.
Berkembang ke Indonesia
Pendapat senada juga diutarakan oleh pengamat terorisme Al-Chaidar, dengan menyatakan bahwa saat geliat perekrutan ISIS di Asia Tenggara kian kuat.
"Kelihatannya memang ISIS sudah mengembangkan sayap di Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan sekitarnya," kata Al-Chaidar, ketika dihubungi CNN Indonesia, Kamis (5/3).
Al-Chaidar mencontohkan gerakan yang dipimpin Susanto di Poso, Sulawesi Tengah, menjadi peringatan tersendiri bahwa ideologi terorisme masih dapat tumbuh di Indonesia.
"Seperti MMI yang cenderung bergabung dengan Jabhat Al-Nusra, atau Jemaah Islamiyah yang kita kira sebelumnya sudah tidak ada. Kelompok militan telah berkomunikasi dengan mereka lebih awal karena memiliki idealisme yang sama, terutama, lewat media sosial seperti Facebook," kata Al-Chaidar.
Al-Chaidar mencatat, terdapat sekitar 500 orang Indonesia yang diperkirakan bergabung dengan berbagai kelompok militan di luar negeri. Al-Chaidar menyatakan bahwa beberapa kelompok militan Indonesia yang telah berbaiat dengan ISIS adalah JAT, kelompok terorisme Santoso, dan Darul Islam.
Al-Chaidar juga menyoroti bahwa solusi untuk membendung pergerakan militan di Indonesia adalah dengan mengadakan dialog terbuka.
"Satu-satunya jalan adalah dengan memberikan ruang bagi pemuda untuk berdiskusi dan menyuarakan aspirasi mereka, sehingga ada diukusi tebuka tentang fakta dan realita di lapangan tentang isu tersebut," kata Al-Chaidar.
ICPVTR mencatat, terdapat lebih dari 1.000 militan datang dari berbagai negara di Asia Pasifik dan telah berangkat ke Suriah. Sekitar 300 di antaranya datang dari Asia Tenggara.
CNN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar