Beberapa video tersebar di Youtube, menunjukkan anak-anak Indonesia berpakaian loreng berlatih dengan senjata untuk jadi relawan ISIS. Pemerintah bingung mencari langkah mengatasi propaganda ISIS.
Video-video pelatihan perang yang disebut dilakukan oleh ISIS untuk anak-anak Indonesia beredar di portal YouTube hari Selasa (17/03). Video itu antara lain diberi judul "Cahaya Tarbiyah di Bumi Khilafah" dan "Anak-anak Indonesia Berlatih AK-47 dengan ISIS".
Bagaimana menghadapi penyebaran propaganda ISIS?
Video itu diproduksi oleh Al Azzam Media, yaitu mengklaim dirinya sebagai Divisi Media Khilafah Islamiyah Berbahasa Melayu. Belasan anak berpakaian ala militer terlhat sedang mengikuti pendidikan keagamaan, bela diri, serta penggunaan senjata jenis AK-47 dan pistol.
Tidak jelas di mana lokasi pembuatan video mengejutkan itu. Anak-anak itu berlatih di sebuah rumah dengan halaman luas. Terlihat juga bendera ISIS terpasang. Anak-anak itu diajarkan tak takut bom dan melawan mereka yang kafir.
"Anak-anak kami adalah yang akan kembali ke negeri kafir untuk menegakkan panji La ilaha illallah," kata seorang pria dengan latar belakang bendera ISIS.
Pemerintah bingung
Presiden Joko Widodo mengaku belum menemukan cara untuk mencegah penyebaran ISIS di Indonesia.
"Ini dalam proses-proses untuk nanti mencari sistem, mencari cara, mencari pendekatan-pendekatan sehingga saya kira bukan hanya menjadi masalah Indonesia, tetapi semua negara ISIS itu," kata Jokowi kepada wartawan di Istana Merdeka hari Kamis (19/06).
Saat ini, ada 16 orang WNI yang ditahan di Turki, karena bermaksud menyebrang ke Suriah dan bergabung dengan ISIS. Jokowi mengatakan, untuk mereka juga masih dicari jalan keluarnya.
"Kemarin sudah rapatkan, belum rampung, karena ada plus minus-plus minus," kata Presiden.
Kalangan istana menyebutkan, Presiden akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu), untuk menghukum WNI yang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kelompok ISIS.
Tapi kalangan pengamat menyatakan, langkah itu tidak perlu, sebab sudah ada undang-undangnya. Yang penting adalah pelaksanaan UU itu.
Guru Besar Hukum International Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan, pemerintah tak perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu).
“Kepolisian atau pemerintah tidak perlu menerbitkan Perppu untuk menjerat WNI yang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan ISIS, karena sudah ada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),” kata Hikmahanto di Jakarta.
Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris menyatakan, ada lima daerah diwaspadai Polri sebagai tempat rawan penyebaran paham ISIS. Lima daerah itu adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Irfan selanjutnya menerangkan, bergabungnya WNI ke kelompok ISIS merupakan fenomena lama. Semangat dan militansi kelompok ISIS ini sudah muncul sejak dulu. Kelompok-kelompok itu hanya berganti kulit atau bajunya saja.
Tak bisa diadili
Sementara, seorang ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muzakir, Senin (23/03) mengatakan upaya hukum untuk menjerat pendukung ideologi kelompok militan ISIS, di Indonesia sulit dilakukan karena tidak ada kaidah hukum di Indonesia yang melarang dukungan terhadap sebuah ideologi.
Di Indonesia, tidak ada kaidah hukum yang melarang mendukung ideologi-ideologi lainnya, kecuali ideologi komunisme," kata Muzakkir.
Muzakir kemudian memberikan contoh: "Sama artinya, Indonesia negara Pancasila yang antikapitalisme Amerika, tidak bisa menghukum adanya, (misalnya) gerakan anti-Amerika."
"Kebetulan sekarang ramai dengan ideologi ISIS. Kalau misalnya ada gerakan (mendukung) ideologi lain, saya kira ini tidak bisa diadili," kata Muzakir.
Pernyataan ini menanggapi penangkapan sedikitnya lima orang yang diduga memfasilitasi keberangkatan sejumlah warga Indonesia berangkat ke Suriah untuk mendukung ISIS.
Kepolisian Indonesia menjerat mereka dengan undang-undang antiterorisme, namun menurut Muzakir ini memiliki kelemahan.
"Kalau dia (polisi) menggunakan (UU) terorisme, saya kira kita (pemerintah Indonesia) bisa salah (di pengadilan), karena di negara tempat ISIS berada, tidak termasuk terorisme."
"Saya ambil contoh, dulu Abubakar Ba'asyir dituduhkan terorisme, tidak terbukti dan dibebaskan. Akhirnya terbukti memalsu dokumen imigrasi," ungkapnya.
(dw.de, BBC, detik, kompas, CNN indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar