Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) Aceh menyakatan pemblokiran situs media Islam oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi bukanlah sebuah solusi yang tepat untuk mencegah tindakan radikalisme di masyarakat.
KWPSI juga menilai penutupan situs Islam oleh Kemenkominfo atas dasar permintaan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) juga bagian dari pelanggaran Undang Undang kebebasan pers dan mengkerdilkan Islam.
"Pemblokiran terhadap situs Islam oleh BNPT telah menutup ruang dakwah bagi umat Islam di Tanah Air. Langkah BNPT telah menciderai semangat kebebasan berpendapat dan menganggap semua yang berbau Islam itu radikal yang harus dilenyapkan," tegas Juru Bicara KWPSI Aceh, Muhammad Ifdhal, Kamis (2/4/2015) menanggapi penutupan puluhan situs Islam oleh Kemenkominfo.
Pemblokiran situs media Islam ini memberangus kebebasan berpendapat warga negara yang merupakan hak asasi yang diatur dalam Pasal 28F Undang-undang Dasar 1945.
"BNPT tidak melakukan kajian matang atas pemblokiran yang dimintakan ke pihak Kemenkominfo," sebutnya.
Karenanya, KWPSI meminta BNPT dan Kemenkominfo mencabut kembali kebijakan itu dan membuka pemblokiran situs-situs Islam.
KWPSI mendesak BNPT merespons setiap persoalan di Tanah Air yang berkaitan dengan kegiatan bahaya radikalisme dengan pendekatan keagamaan, bukan pendekatan permusuhan yang berujung kepada pemberangusan media-media Islam yang mulai tumbuh dan memberikan kontribusi besar bagi pemahaman keagamaan yang baik di dalam masyarakat.
BNPT sejatinya memberi solusi akademik, agamis, dan pendekatan kultural bagi penyelesaian persoalan-persoalan faham radikal di Tanah Air. Bukan sebaliknya, melakukan perlawanan dalam kata perang yang hanya akan melahirkan permusuhan berkepanjangan.
"Kemenkominfo juga harus menjelaskan kepada publik secara jelas dan transparan tentang bagaimana sesungguhnya mekanisme atau prosedur yang berlaku dalam menutup sebuah situs yang dianggap membahayakan."
Karena sejauh ini, ia menilai bahwa berbagai hal tersebut belum tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. "Kalau dilihat dari luar, proses pengambilan keputusan untuk memblokir situs-situs tersebut cenderung dilakukan secara tertutup," ujar Ifdhal.
Bila tiba-tiba diblokir tanpa adanya tindakan-tindakan pendahuluan yang lazim seperti peringatan, klarifikasi, lanjutnya, hal tersebut dinilai merupakan salah satu bentuk represif.
SERAMBI INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar