Kamis, 02 April 2015

Pemblokiran Situs Islam Dikecam Wartawan Peduli Syariat Aceh






Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) Aceh menyakatan pemblokiran situs media Islam oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi bukanlah sebuah solusi yang tepat untuk mencegah tindakan radikalisme di masyarakat.





KWPSI juga menilai penutupan situs Islam oleh Kemenkominfo atas dasar permintaan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) juga bagian dari pelanggaran Undang Undang kebebasan pers dan mengkerdilkan Islam.





"Pemblokiran terhadap situs Islam oleh BNPT telah menutup ruang dakwah bagi umat Islam di Tanah Air. Langkah BNPT telah menciderai semangat kebebasan berpendapat dan menganggap semua yang berbau Islam itu radikal yang harus dilenyapkan," tegas Juru Bicara KWPSI Aceh, Muhammad Ifdhal, Kamis (2/4/2015) menanggapi penutupan puluhan situs Islam oleh Kemenkominfo.





Pemblokiran situs media Islam ini memberangus kebebasan berpendapat warga negara yang merupakan hak asasi yang diatur dalam Pasal 28F Undang-undang Dasar 1945.





"BNPT tidak melakukan kajian matang atas pemblokiran yang dimintakan ke pihak Kemenkominfo," sebutnya.‎





Karenanya, KWPSI meminta BNPT dan Kemenkominfo mencabut kembali kebijakan itu dan membuka pemblokiran situs-situs Islam.





KWPSI mendesak BNPT merespons setiap persoalan di Tanah Air yang berkaitan dengan kegiatan bahaya radikalisme dengan pendekatan keagamaan, bukan pendekatan permusuhan yang berujung kepada pemberangusan media-media Islam yang mulai tumbuh dan memberikan kontribusi besar bagi pemahaman keagamaan yang baik di dalam masyarakat.





BNPT sejatinya memberi solusi akademik, agamis, dan pendekatan kultural bagi penyelesaian persoalan-persoalan faham radikal di Tanah Air. Bukan sebaliknya, melakukan perlawanan dalam kata perang yang hanya akan melahirkan permusuhan berkepanjangan.





"Kemen­ko­minfo juga harus menjelaskan kepada publik se­cara jelas dan transparan ten­tang bagaimana sesung­guhnya meka­nisme atau prosedur yang berlaku dalam menutup sebuah situs yang dianggap membahayakan."





Karena sejauh ini, ia menilai bahwa ber­bagai hal tersebut belum ter­sosiali­sasikan de­ngan baik kepada masya­rakat. "Kalau dili­hat dari luar, proses pengam­bilan keputusan untuk mem­blokir situs-situs terse­but cen­derung dilakukan secara tertutup," ujar Ifdhal.‎





Bila tiba-tiba diblokir tanpa adanya tinda­kan-tindakan pendahuluan yang lazim seperti peringatan, klarifikasi, lanjutnya, hal tersebut dinilai meru­pa­kan salah satu bentuk represif.



SERAMBI INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar