Rabu, 18 Maret 2015

Warga Palestina Tak Peduli Pemilu Israel






Ketika pertarungan ketat terjadi antara perdana menteri incumbent Benjamin Netanyahu dan rivalnya Isaac Herzog dalam pemilu di Israel, warga Palestina memandang skeptis pemilu tersebut dapat mengakhiri pendudukan Israel di Tepi Barat.





Hingga berita ini ditulis, jajak pendapat menyimpulkan bahwa Partai Likud pimpinan Netanyahu hanya unggul satu kursi dibanding partai Serikat Zionis, dengan catatan sementara 28-27. Sementara televisi Israel, Channel 10 dan Channel 1 menunjukkan bahwa kedua partai sama-sama mendapatkan 27 kursi.





Diberitakan Wall Street Journal, mayoritas warga Palestina tidak peduli terhadap pemilu Israel. Politisi Tepi Barat, Ghassan al-Khatib menilai baik Partai Likud maupun koalisi Serikat Zionis mempunyai pandangan yang serupa terhadap Palestina.





"Para pemimpin Palestina sudah muak dengan Netanyahu dan sayap kanan, dan mereka percaya bahwa sayap kanan merusak hubungan mereka, merusak prospek kedua negara dan berujung pada rusaknya kepemimpinan moderat Palestina," kata Khatib, dinukil dari Wall Street Journal, Selasa (17/3).





"Hal ini tidak berarti bahwa para politisi mengharapkan solusi jika Partai Buruh berkuasa. Namun setidaknya ada beberapa jenis upaya proses perdamaian, setidaknya tak akan lebih memperburuk situasi," kata Khatib.





Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Ahmad Ruwaidy, pejabat Otoritas Palestina di Tepi Barat.





"Di pemerintahan sebelumnya, kami telah melihat kinerja partai kiri Israel, dan seperti semua orang tahu, upaya perdamaian masih sangat jauh... Membuka negosiasi perdamaian akan memakan waktu yang lama," kata Ruwaidy.





Namun, ada masalah mendesak lain yang mungkin menjadi perhatian salah satu partai yang bertarung dalam pemilu Israel kali ini. Banyak pekerja di Tepi Barat yang gajinya dipotong atau bahkan tidak dibayar setelah Israel menghentikan pemberian pajak yang dikumpulkan atas nama Otoritas Palestina, Januari lalu.





Langkah ini dilakukan Netanyahu sebagai respon terhadap keputusan Otoritas Palestina yang berupaya mendeklarasikan diri dan bergabung dengan Mahkamah Pidana Internasional, ICC, sehingga Palestina dapat menuntut Israel akan kejahatan perang.





Dengan pemotongan gaji karyawan, ditakutkan situasi sosial dan keamanan di Tepi Barat dapat terancam.





Meskipun demikian, pejabat Tepi Barat lainnya, Azzam Abu Baker menyatakan bahwa meskipun pemilu Israel adalah masalah politik internal negara Yahudi tersebut, dia "sangat tertarik" pada hasilnya, terutama terkait pajak pendapatan.





"Kami berharap bahwa uang pajak akan dibayar kembali ke PA (Otoritas Palestina) setelah pemilu selesai, karena tidak ada pemerintah di Israel ingin melihat kekacauan di Tepi Barat, Jalur Gaza atau Yerusalem Timur," kata Abu Baker.





Sementara, beberapa warga Palestina percaya pemerintah yang dipimpin oleh Herzog mungkin lebih bersimpati pada Palestina tentang masalah ini.





Selain warga Palestina, warga Arab di luar Israel juga memerhatikan pemilu Israel karena munculnya Partai United List yang memperjuangkan warga Arab di Israel dan menjadi tantangan sendiri bagi Netanyahu.





Jika Herzog memenangi pemungutan suara ini, United List diperkirakan akan memberikan dukungan kepada Herzog dalam upaya membentuk pemerintahan koalisi.





"United List percaya pada hak-hak rakyat Palestina untuk negara mereka, dan jika mereka menang, Knesset akan sangat sulit untuk mengabaikan proses perdamaian," kata Ruwaidy.





Skeptisme di negara tetangga





Skeptisme juga terlihat di Yordania, negara Arab kedua setelah Mesir yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel.





Ketegangan antara kedua negara sempat meningkat pada April tahun lalu setelah perselisihan yang melibatkan Mesjid Al Aqsa di Yerusalem dan mengakibatkan Yordania sempat menarik duta besarnya hingga bulan lalu.





"Pada akhirnya, pemilu tidak akan berdampak pada proses perdamaian," kata Samih Maaytah, mantan menteri informasi dan kolumnis di koran milik pemerintah Yordania, al-Rai.





"Sebaliknya, masyarakat Israel sedang menuju ke arah yang lebih kanan. Orang-orang di dunia Arab tidak yakin bahwa pemilu akan mengubah apapun di lapangan," kata Maaytah.





Sementara di Iran, analis setempat mengatakan kekalahan Netanyahu diperkirakan akan berkontribusi terhadap proses negosiasi perjanjian nuklir Iran yang saat ini tengah digodok oleh Iran dan negara P5 1 (AS, Inggris, Perancis, Rusia, Tiongkok dan Jerman).





"Bahkan orang-orang Iran yang menentang pemerintah saat ini di Iran tidak menyukainya. Mereka pikir Netanyahu menyebabkan lebih banyak kesulitan untuk perbaikan internasional hubungan Iran," kata Foad Izadi, seorang profesor ilmu politik di Universitas Teheran.





"Iran tidak akan senang jika dia menang," kata Izadi melanjutkan.





Karim Sadjadpour, pejabat senior yang berfokus pada Iran di Carnegie Endowment, mengatakan Iran memiliki pemahaman sederhana bahwa Israel merupakan "entitas yang tidak sah".





"Herzog mungkin mempunyai pandangan yang lebih luas daripada Netanyahu tentang Iran, dan akan bekerja sama lebih erat dengan AS dan mencoba untuk membujuk pemerintahan Obama," kata Sadjadpour.



CNN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar