Selasa, 19 Mei 2015
Ditanya Mau Tampung Rohingya, Indonesia Mikir-mikir
Puluhan hari terombang-ambing di laut, daratan di kejauhan semestinya menjadi bagaikan oase di padang pasir. Namun harapan menjadi kemewahan bagi mereka, ribuan migran asal Bangladesh dan Myanmar.
Tidak ada negara yang rela membiarkan mereka mencapai daratan. Bantuan memang diberikan, dalam bentuk makanan, minum, sekedar untuk meredakan lapar dan dahaga. Juga bahan bakar, agar kapal mereka bisa melanjutkan perjalanan.
Berbulan-bulan mereka berada dalam kapal kayu, yang penuh sesak dengan ratusan manusia. Lapar dan dahaga bukan satu-satunya masalah, bahkan tidak lebih mematikan daripada keputusasaan yang melingkupi setiap jiwa di dalam kapal itu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengaku masih menimbang opsi menampung pengungsi Rohingya asal Bangladesh dan Myanmar di salah satu pulau.
"Semua opsi (sedang dipertimbangkan), lagi dihitung-hitung apa yang cocok demi kemanusiaan," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (19/5).
JK mengatakan saat ini pemerintah sedang mengutak-atik opsi yang bisa mengutamakan kemanusiaan dan juga apa yang bisa dilakukan oleh Indonesia untuk membantu perdamaian dalan konflik tersebut.
Untuk diketahui, Lebih dari seribu pengungsi Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh terdampar di tiga kabupaten di Aceh pada pekan lalu.
Kepala Kepolisian Resor Langsa, AKBP Sunarya menyatakan hingga saat ini di daerah Langsa terdapat 676 pengungsi yang ditampung di Pelabuhan Kuala Langsa, Aceh, setelah ditemukan terombang-ambing di perairan Indonesia oleh nelayan setempat.
Sunarya menyatakan para pengungsi Rohingya yang mayoritas muslim tersebut mendapat bantuan dari kantor imigrasi, Organisasi Migrasi Internasional (IOM), Badan Pengungsian PBB (UNHCR) dan masyarakat setempat.
Tiga negara Asia Tenggara akan melangsungkan pertemuan pada Rabu (20/5) untuk membahas persoalan arus imigran pencari suaka dari Rohingya, Myanmar, dan Bangladesh.
Di Aceh, sekitar 1.300 imigran Rohingya tersebar di tiga kabupaten; Kuala Langsa, Lhokseumawe dan Aceh Tamiang dan kini tinggal di berbagai tempat penampungan darurat seperti GOR dan tempat pelelangan ikan.
Sementara itu, diperkirakan sekitar 5.000 lainnya masih terkatung-katung di lautan, di atas perahu reyot, terancam kelaparan dan terserang penyakit.
Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa pertemuan menteri luar negeri Indonesia dan Malaysia yang seharusnya dijadwalkan pada Senin kemarin ditunda agar menteri luar negeri Thailand ikut serta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar