Kamis, 12 Maret 2015

Tikrit Jatuh, Sunni dan Syiah Saling Bantai






Dalam hitungan jam, militer Irak dan Kekuatan Mobilisasi Rakyat -- nama lain milisi Syiah yang terlibat dalam serangan ini -- mengambil alih Tikrit. Apa yang terjadi setelah ISIS keluar dari Tikrit?





Secara militer dan politis, Tikrit amat penting. Kota ini terletak di antara Mosul dan Baghdad, dan dipastikan akan menjadi preview untuk operasi yang lebih besar, yaitu membebaskan Mosul.





Kejatuhan Tikrit akan menjadi pukulan psikologis bagi ISIS, dan meningkatkan kepercayaan diri pasukan Irak.





Secara politis, Tikrit adalah basis Muslim Sunni. Di kota ini Saddam Hussein lahir, dan sang pemimpin masih memiliki pengikut setia.





Kejatuhan ISIS akan dimanfaatkan pemerintah Irak untk membujuk Muslim Sunni di kota-kota lain, terutama yang terpengaruh ISIS, untuk kembali ke pangkuan Baghdad.





Marwan Bishara, analis Al Jazeera, mengatakan ISIS sadar akan konsekuensi kejatuhan Tikrit. Warga Tikrit, terutama yang memiliki kaitan langsung dengan Saddam Hussein al-Tikriti, juga tidak akan rela kota ini jatuh lagi ke pemerintahan Baghdad yang didominasi Syiah.








Di Washington, Jenderal Martin Dempsey menyuarakan kekhawatirannya. "ISIS pasti keluar dari Tikrit, tapi apa yang terjadi setelah itu," ujar Dempsey.





"Apakah milisi Shiah akan membiarkan Muslim Sunni kembali ke lingkungannya dan melanjutkan hidup," lanjut Dempsey.





Iran memainkan peran penting dalam pertempuran Tikrit, tapi milisi Shiah dukungan Tehran.





"Operasi Tikrit akan menjadi titik perubahan strategis, Saya lebih suka menggambarkan pertempuran Tikrit sebagai perang antara ISIS versus Iran," lanjut Dempsey.





30.000 serdadu Irak yang terlibat dalam pertempuran Tikrit, 20.000 diantaranya adalah milisi Syiah Hashid Shaabi, mereka mengepung sekitar seratusan petempur ISIS di kota kelahiran Saddam Hussein itu.








Warga yang menderita selama invasi 2003, dan kini berpihak ke ISIS, dipastikan akan bertempur habis-habisan dan tidak pernah menyerah.





Selama pertempuran merebut desa-desa strategis sekeliling Tikrit, milisi Syiah terlah merasakan hal ini. Kekalahan warga Sunni dan ISIS hanya disebabkan satu hal; kalah jumlah.





Bagi warga Sunni di Tikrit, tentara dan milisi Syiah bukan pembebas tapi penjarah. 





Ini terlihat dari sambutan dingin warga Sunni di sejumlah desa sekeliling Tikrit, ketika tentara Irak dan milisi Syiah mendekati kota.





Muncul kabar salah satu unit milisi Syiah membakar rumah warga Sunni dan membunuh orang-orangnya. Jendral Qassem Suleimani, petinggi militer Iran dari brigade elite Al Quds, terlibat dalam pembantaian ini.





Suleimani adalah aristek serangan Tikrit, tapi dia dicurigai akan menjalankan agendanya sendiri setelah ISIS terusir; memicu kekerasan sektarian Sunni-Syiah.





Jenderal Martin Dempsey, kepala Staf Gabungan Koalisi anti-ISIS, telah mengamati situasi ini. Ia merasa perlu memperingatakan Baghdad bahwa upaya melawan ISIS akan gagal total jika pemerintah Irak tidak mampu menjembatani konflik Sunni-Syiah.





Lebih berbahaya lagi, konflik sektarian akan membuat koalisi internasional gagal menghentikan ISIS.





INL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar