Kamis, 21 Mei 2015
Panglima TNI Diingatkan Tak Beri Pernyataan Kontroversial soal Rohingya
Pernyataan Panglima TNI Jenderal Moeldoko terkait pengungsi Rohingya menuai reaksi berbagai pihak. Salah satunya dari jaringan Gusdurian. Pernyataan Panglima TNI dianggap tidak sejalan dengan misi kemanusiaan.
"Panglima TNI jangan lagi memberikan pernyataan aneh soal pengungsi Rohingya. Itu namanya memperlakukan pengungsi Rohingya bukan seperti manusia, dipingpong seperti itu," ujar Beka Ulung Hapsara, anggota jaringan Gusdurian, dalam konferensi pers di Wahid Institute, Jakarta, Kamis (21/5/2015).
Ulung mengatakan, Presiden Joko Widodo seharusnya langsung merespons cepat masuknya ratusan pengungsi Rohingya ke Indonesia agar tidak ada komentar miring dari pejabat negara yang tidak sesuai dengan sikap Presiden.
Aliansi Kebangsaan untuk Kemerdekaan Beragama (AKKBB) Solidaritas Lintas Iman untuk Rohingya juga menyayangkan sikap personil Tentara Nasional Indonesia yang sempat menolak kehadiran para pencari suaka dan pengungsi Rohingya yang terdapat di Aceh. Menurut mereka tindakan tersebut tidak berlandaskan kemanusiaan.
Majelis Nasional Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) sekaligus Anggota DPR RI, Maman Imanulhaq mengatakan alasan keamanan yang digunakan oleh TNI tidaklah tepat karena masalah ini lebih kepada kemanusiaan.
"Panglima TNI bilang buat apa ngurusin warga negara lain, negara sendiri saja masih banyak masalah. Itu simbol betapa tidak negarawannya Panglima TNI," ujar Maman dalam acara konferensi pers di Wahid Institute, Jakarta, Kamis (21/5).
Jaringan GUSDURian yang juga termasuk ke dalam Solidaritas Lintas Iman pun mendorong Presiden Joko Widodo agar memberikan instruksi tunggal terkait permasalahan ini. Hal tersebut ditujukan agar tidak terjadi lagi pesan-pesan yang dinilai tidak pantas beredar di masyarakat.
"Indonesia harus punya pesan yang jelas bagaimana pesan sikap kita terhadap Rohingya. Jokowi harus jelas, supaya tidak ada lagi pesan aneh, dari panglima TNI misalnya," kata salah satu anggota jaringan GUSDURian, Beka Hapsara.
Menurut dia, pesan tunggal itu harus berdasarkan nilai kemanusiaan. "Para pencari suaka harus diperlakukan sebagai manusia bukan sebagai komoditi yang dioper sana sini dan tidak diperlakukan layaknya manusia," ujar Beka.
Lebih jauh lagi, Beka menyampaikan ini saatnya Indonesia untuk mengambil peran karena selama ini Indonesia dinilai sebagai negara yang paling maju dalam hak asasi manusia. "Indonesia harus jadi contoh bagaimana bersikap dan menolong untuk para pengungsi ini," ucapnya.
Di luar itu, kelompok Solidaritas Lintas Iman ini juga menyampaikan apresiasinya atas apa yang telah dilakukan masyarakat setempat dan pemerintah Aceh dalam menampung dan memberikan pertolongan pada pencari suaka dan pengungsi Rohingya dengan alasan kemanusiaan.
"Indonesia yang pertama memberikan tempat bagi pengungsi Rohingya untuk diselamatkan. Secara nilai kemanusiaan Indonesia memang harus menolong Rohingya. Kita harus apresiasi Aceh dan Sumut," kata Maman.
Hal yang sama juga dilakukan Direktur Abdurrahman Wahid Center, Ahmad Suaedy. "Saya menghargai pemerintah Indonesia dan pemerintah Aceh yang menerima dan mencoba menolong mereka. Sekarang pun saya dengar pemerintah Malaysia mulai tergugah juga," ucapnya.
Kelompok Solidaritas Lintas Iman ini juga menegaskan agar masalah ini tidak dipandang lagi sebagai isu keagamaan tapi isu kemanusiaan. Ahmad mengatakan para pengungsi Rohingya sebenarnya bukan mengalami diskriminasi agama namun lebih kepada pembersihan etnis. Hal ini terutama terjadi setelah adanya kudeta militer di Myanmar pada 60an.
"Dulu tidak ada pembedaan antara etnis-etnis yang tinggal di Myanmar. Perbedaan etnis minoritas baru terjadi pada tahun 60an ketika kudeta militer. Tahun 80an dikeluarkan dekrit tentang etnis dan ada 10 etnis besar yang diakui dan lainnya tidak diakui termasuk Rohingya," kata Suaedy.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar