Oleh : Raidah Athirah, Penulis + Muslimah, tinggal di Polandia
TERIMA kasih bangsa Indonesia, terima kasih Saudara di Tanah Serambi Mekah, Aceh.
Dengan mengucap nama Allah Yang Maha Rahman dan Rahim,
Izinkan saya mengurai rasa terima kasih dan kebanggaan sebagai seorang Indonesia yang tengah berada di tanah rantau karena kemurahan hati saudara di tanah air yang berani mengulurkan bantuan terhadap muslim Rohingya.
Izinkan saya seorang ibu rumah tangga ini menyampaikan rasa terima kasih kepada masyarakat Aceh khususnya nelayan Langsa. Kebaikan kalian menolong saudara Rohingya akan dicatat dalam sejarah. Semoga tanah Serambi Mekkah melahirkan emas-emas peradaban yang berkilau di semua sisi. Semoga Allah menurunkan rahmatNya untuk Tanah Rencong atas kebaikan menolong sesama.
Saya hanya seorang ibu rumah tangga yang dalam rupa 17 tahun silam berada dalam garis yang sama sebagai pengungsi akibat konflik SARA di kota Ambon, Maluku. Menatap gambar-gambar saudara muslim Rohingya membangkitkan luka yang teramat sangat.
Menonton video muslim Rohingya yang teraniaya seperti sebuah tamparan keras atas rasa persaudaraan yang tercabik-cabik membutuhkan pembuktian. Sudah masanya kita bergerak sebagaimana keberanian nelayan Langsa yang menolong dengan hati saudara seiman.
Tak ada duka yang paling menyayat daripada meninggalkan tanah lahir karena tekanan dan perang. Saya merasakannya. Menjalani hari demi hari dengan mengharap bantuan sesama. Tidur dalam rumah-rumah penampungan yang tak berpintu. Lapar yang meninggalkan bunyi meraung. Kesedihan menatap kakak lelaki kurus yang merelakan makanannya untuk kami gadis-gadis pengungsi berbagi rasa.
Atas karunia Allah saya menjejak di dua tanah Eropa, Polandia dan Norwegia namun memori saya atas latar belakang sebagai pengungsi selalu saya dekap dalam nadi. Agar hari ini dan yang akan datang, saya akan terus menggambarkan sisi hidup pengungsi yang telah menyatu dengan darah dan air mata sebagaimana kini derita saudara kita muslim Rohingya.
Keberanian nelayan Langsa dan tindakan serta ucapan Bapak Zaini Abdullah, “Sesama Muslim adalah bersaudara. Nestapa dan kepiluan mereka juga bagian dari kehidupan kita”, bukti bahwa nurani bangsa kita masih hidup dan akan terus menjadi inspirasi kemanusian. Maaf bila saya lancang bertanya. Mana uluran kemanusian dari luas provinsi Indonesia yang lain? Membantu muslim Rohingya adalah membuktikan ukhuwah kita. Rasulullah SAW bersabda; “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya,” (HR. Muslim).
Kebanggan ini hadir saat keluarga Polandia mengatakan salut atas tindakan orang Indonesia yang berdiri tegak merangkul muslim
Rohingya saat yang lain dengan sombong mengusir mereka atas nama batas teritorial. Meskipun demikian saya hendak mengkritisi rasa kemanusiaan kita.
Atas nama apa anak-anak mereka dibakar, perempuan mereka dibunuh dan mereka menderita terombang-ambing di tengah laut dengan sampan yang penuh muatan dan sebagian kita menutup mata?
Atas nama apa mereka hidup melarat sebagai pengungsi dan sebagian kita menutup mata?
Nurani mana yang tak menangis dan histeris menyaksikan kekejaman, penindasan karena agama dan ras dan sebagian kita menutup mata?
Mengapa orang-orang yang bersuara lantang membela HAM melupakan mereka? Mengapa dunia tak berani mengecam, mengirim ultimatum kepada Myanmar yang dengan berani memperkosa kemanusiaan?
Pilu yang menyayat menyaksikan mereka terlunta-lunta dan menderita setelah penolakan beberapa negara ASEAN. Apakah mereka menginginkan hidup seperti ini? Meminum air seni di tengah saudara lain berpesta pora dengan minuman bersoda. Tidak!
Penindasan manusia terhadap manusia sedang terjadi namun dunia seakan menutup mata.
Kali ini, izinkan saya mempertanyakan buah dari perhelatan Konferensi Asia Afrika yang mendorong terwujudnya catatan Dasasila Bandung yang telah diukir dalam tinta-tinta sejarah;
1. Menghormati hak dasar manusia seperti tercantum dalam Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas semua bangsa.
3. Menghormati dan menghargai perbedaan ras serta mengakui persamaan semua ras dan bangsa di dunia.
4. Tidak campur tangan dan intervensi persoalan dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri baik sendiri maupun kolektif sesuai Piagam PBB.
6. Tidak menggunakan peraturan dari pertahanan kolektif dalam bertindak untuk kepentingan suatu negara.
7. Tidak mengancam dan melakukan tindak kekuatan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8. Mengatasi dan menyelesaikan segala bentuk perselisihan internasional melalui jalan damai dengan persetujuan PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
10. Menghormati hukum dan juga kewajiban internasional.
Membaca butir pertama seharusnya bisa menyadarkan kita bahwa saat ini telah terjadi pembantaian, penindasan terhadap muslim Rohingya di Myanmar dan penolakan dari berbagai negara tetangga terhadap mereka yang berjuang menyelamatkan diri. Apakah ini bukti bahwa semangat Dasasila Bandung hanya sebatas seremonial? Mengapa Myanmar dibiarkan melakukan kekejaman terhadap muslim Rohingya? Mana fungsi dari ikatan ASEAN? Apakah ini bukti bahwa butir- butir Dasasila Bandung hanya selebaran kosong yang bernilai sejarah namun miskin tindakan?
Sebagai bangsa besar yang melahirkan spirit bagi bangsa Asia-Afrika sebagai bentuk perlawanan terhadap penindasan HAM, kolonialisme, imperialisme, dan kekerasan maka penderitaan orang Rohingya adalah juga penderitaan kita.
Sudah sepantasnya pemerintah melihat penderitaan muslim Rohingya sebagai sebuah penderitaan kemanusiaan yang harus segera dirangkul dengan pertolongan.
Bila Norwegia mampu mengucapkan selamat datang kepada pengungsi Suriah, maka kita sudah selayaknya memeluk saudara muslim Rohingya dan menyambut mereka layaknya tamu sebagai saudara seiman.
Untuk Mahasiswa Utopia Zaman,
Masa yang penuh dengan semangat berkarya adalah masa mahasiswa. Zaman berubah namun spirit perjuangan itu tak boleh memudar. Mohon maaf jika saya lancang mengkritisi Anda dengan kata-kata kasar dan miskin kelembutan.
Mana suara lantang Anda memperjuangkan kemanusiana? Mana keberanian Anda memainkan sejarah? Mana sisi empati Anda yang bergelora menyeru kebenaran?
Yang saya muliakan mahasiswa ‘the leader of change’,
Pantaskah Anda berdiam dan hanya berkutat dengan workshop motivasi sukses dan jodoh disaat saudara muslim Rohingya perlahan-lahan mati dalam sengsara dan terbuang?
Anda, the leader of change!
Bantu dan suarakan kepada pemerintah dan dunia international tentang kekejaman manusia atas manusia di abad modern yang terlihat tragis dalam ceceran darah muslim Rohingya.
Gerakkan perubahan!
Bantu perjuangkan nasib anak-anak muslim Rohingya dengan segala upaya agar sejarah zaman tak malu menceritakan tentang Anda, anak -anak bangsa yang selalu mengukir peradaban.
Janganlah Anda terlelap dalam utopia zaman dan masa bodoh terhadap kemanusiaan!
Mari sama-sama bantu suarakan perih muslim Rohingya ini kepada masyarakat Indonesia, kepada masyarakat dunia bahwa Anda adalah pemimpin perubahan. Semoga Allah merahmati dan menjauhkan musibah dari bangsa kita atas gerak dan suara Anda membela muslim Rohingya. []
Jablonna, Polandia
Tulisan saya adalah tulisan seorang bekas anak pengungsi yang merasakan perih yang sama atas penderitaan muslim Rohingya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar