Minggu, 17 Mei 2015

Wacana Pulau Khusus untuk Muslim Rohingya





Masuknya ratusan pengungsi dari Myanmar dan Bangladesh di Aceh Utara beberapa hari lalu memunculkan kembali wacana menempatkan pengungsi dan pencari suaka asing di satu pulau khusus.





Gagasan ini disampaikan Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijanto beberapa waktu lalu, menegaskan pernyataan serupa yang pernah disampaikan menteri hukum dan HAM tahun lalu.



Kebijakan menempatkan pengungsi asing ke pulau khusus pernah diterapkan pemerintah pada 1970-an untuk menampung pengungsi dari Vietnam di Pulau Galang, Kepulauan Riau.



Menanggapi wacana ini, Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan kebijakan ini harus disertai dengan langkah-langkah lain.



"Tentu saja pulau itu harus memenuhi standar fasilitasi penampungan pengungsi ... yang kedua, diplomasi yang pernah dilakukan oleh Jusuf Kalla dengan pemerintah Myanmar terkait dengan persoalan etnis Rohingya harus dilakukan kembali," kata Mahfudz.



Mahfudz menilai negara-negara ASEAN juga harus bersikap karena meningkatnya gelombang pengungsi akan berimplikasi ke kawasan.



Hidup di Pulau Terluar Aceh



Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Banda Aceh, Budi Azhari, sangat berterima kasih dan merasa terharu atas perhatian serta bantuan semua pihak kepada pengungsi Rohingya. Namun dia meminta Pemerintah Aceh untuk mencari solusi jangka panjang dalam penanganan para imigran tersebut.



“Salah satunya mendesak pemerintah Jakarta agar menekan Pemerintah Myanmar. Kalau itu tidak bisa, maka Pemerintah Aceh harus mencari solusi untuk mereka. Jangan biarkan mereka diusir oleh semua negara,” ujarnya lansir portalsatu.com, Sabtu, 16 Mei 2015.







Budi mengatakan para imigran Rohingya dapat diberikan kehidupan yang layak dengan menerima mereka sebagai warga Aceh.



“Mereka bisa difasilitasi hidup di pulau terluar Aceh. Ini bisa memajukan pulau tersebut, karena kegiatan ekonomi akan jalan. Memang untuk sementara mereka harus difasilitasi, seperti program transmigrasi,” katanya.



Budi Azhari mengatakan perlunya peranan Pemerintah Aceh menyakinkan pemerintah Jakarta terkait ketakutan para pihak jika para Rohingya diberikan tempat untuk berdomisili di Indonesia. Pemerintah Aceh juga harus meyakinkan negara-negara dan organisasi Islam dunia untuk sama-sama membantu Rohingya yang terusir dari negerinya.



Di sisi lain, Budi Azhari juga mengingatkan para pejabat daerah yang ada di Aceh ini juga pernah merasakan sebagai pencari suaka di negara lain. Salah satunya negara tujuan warga Aceh saat itu adalah Swedia, Malaysia, Australia dan beberapa negara lain.



Solusi Sementara







Peneliti LIPI yang mengkaji migran dan pengungsi, Tri Nuke Pudjiastuti, mengatakan penempatan pengungsi dalam satu pulau hanya dapat menjadi solusi sementara.



"Kalau kita bicara soal penampungan seperti tahun 1970-an hingga 1990-an, itu bisa tapi dalam posisi sementara. Tapi kalau itu sebagai solusi jangka panjang, maka Indonesia akan kebanjiran pengungsi-pengungsi," kata Puji.



Khusus untuk pengungsi etnik Rohingya, Puji mengatakan Indonesia seharusnya bisa lebih berperan di tingkat regional karena bagaimana pun kondisi ini bisa menjadi krisis kewarganegaraan, krisis pengungsi, dan lebih parah lagi krisis human security.



Data PBB menunjukkan pada tahun lalu terdapat tak kurang dari 10.000 pengungsi di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar