*Nobar film "Kill the Messenger"
Kill the Messenger |
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Kediri memperingati Hari Kebebasan Pers Se-dunia, 3 Mei 2015, dengan menggelar nonton bareng (nobar) film "Kill the Messenger".
Film besutan sutradara Michael Cuesta ini diangkat dari kisah nyata pemenang pulitzer prize-winning journalist, Gary Webb.
Film bercerita tentang pekerja media yang mengungkap borok agen (Central Intelligence Agency) CIA Amerika Serikat, terkait konspirasi penyelundupan obat bius dan benang merah perdagangan senjata pemberontak di Nikaragua.
"Film ini diproduksi tahun 2014. Ada sejumlah adegan yang mempraktikkan metode investigasi jurnalistik. Kemudian juga munculnya tekanan yang mengancam karier dan keluarganya, seiring pemberitaan, " ujar Sekretaris AJI Kediri Fadli Rahmawan, Minggu (3/52015).
Tidak hanya sekedar menikmati suguhan visual, para jurnalis AJI Kediri, insan film Tulungagung, seniman dan mahasiswa juga membedah pesan yang disampaikan film itu.
Film "Kill the Messenger", dinilai sebagai karya sinema yang mampu menginspirasi para jurnalis di Indonesia, khususnya wartawan eks Karsidenan Kediri. Gary Webb telah memberikan keteladanan. Webb mengajarkan bagaimana kebenaran yang tersembunyi bisa diungkap dengan investigasi.
Sekilas Sejarah Gary Webb
Suatu hari di bulan Desember 2004, Gary Webb ditemukan tewas di rumahnya dengan dua luka tembak di kepalanya. Petugas menyatakan Webb bunuh diri.
Dalam sepucuk surat kepada istrinya yang ditemukan tak lama kemudian, Webb antara lain menulis: “Katakan kepada mereka, saya tidak pernah menyesali apapun yang telah saya tulis.”
Apa yang Webb tulis adalah laporan bersambung dengan judul Dark Alliance. Laporan investigatif yang diterbitkan di koran San Jose Mercury News pada 1996 ini berisi tentang apa yang disebut sebagai ‘koneksi antara pedagang kokain dan CIA’ untuk menghimpun dana dukungan bagi organisasi Contra yang menentang pemerintahan Sandinista di Nikaragua. Dalam upaya membendung menguatnya aliran kiri di Amerika Latin, pemerintahan Ronald Reagan mendukung perlawanan Contra.
Tiga tulisan dalam laporan bersambung itu memicu kontroversi di AS pada masanya. Karena serangan dari media utama di AS terhadap laporan itu, Webb mengalami tekanan dari editor atasannya. Mereka menyangsikan kebenaran laporan Webb. CIA, menurut para pengritik Webb, tidak dapat disalahkan atas maraknya peredaran kokain pada tahun 1980an—yang menjadi subyek investigasi Webb.
Tekanan situasi yang semakin kuat memaksa Webb mundur dari pekerjaannya. Setelah sempat berpindah-pindah tempat kerja, menulis serabutan, hingga akhirnya Webb tidak punya pekerjaan sama sekali untuk menopang kehidupan keluarganya—sebuah alasan yang kuat untuk menyebut bahwa Webb bunuh diri.
Nick Schou, jurnalis LA Weekly, mengisahkan kematian tragis Gary Webb dalam bukunya yang terbit perdana tahun 2006: Kill the Messenger: How the CIA’s Crack-Cocaine Controversy Destroyed Journalist Gary Webb. Menurut Webb, CIA mengetahui adanya transaksi kokain dan pengapalan narkoba dalam jumlah ke dalam wilayah AS oleh personel Contra.
Setelah kematian Webb, banyak peneliti mengkaji apa yang dilaporkan Webb dan mengakui kebenaran isi laporan yang tertuang dalam Dark Alliance. Nick Schou mengatakan, Los Angeles Times dan Chicago Tribune kini berbalik pikiran dan mendukung laporan Dark Alliance. Schou sebelumnya menulis banyak artikel mengenai kontroversi laporan Dark Alliance dan mungkin satu-satunya jurnalis yang mendukung Webb.
Tak lama lagi, sebuah film berdasarkan buku Nick Schou akan beredar dengan judul yang sama: Kill the Messenger. Aktor Jeremy Renner berusaha menampilkan permainan terbaiknya sebagai Gary Webb di bawah arahan sutradara Michael Cuesta. Seperti halnya serangan terhadap laporan Dark Alliance, film inipun sudah menuai serangan sebagai “film yang sepenuhnya fiksi”.
Kematian tragis Webb mengingatkan tentang betapa besar risiko yang dihadapi oleh jurnalis yang menginvestigasi kasus-kasus yang melibatkan kekuasaan. Di Rusia, jurnalis Anna Politkovskaya ditembak di lift dekat flat tempat tinggalnya pada 2006 dan hingga kini belum diketahui siapa orang dibalik peristiwa ini. Peristiwa serupa dialami Fuad Muhammad Syafruddin, dan hingga 18 tahun sesudah kematiannya, dalang pembunuhan Udin belum terungkap.
Buku Kill the Messenger mengangkat kisah yang memperingatkan siapapun yang menjadikan jurnalisme investigasi sebagai kariernya. Pesannya jelas: terlampau berbahaya untuk berbicara ihwal kebenaran kepada kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar