Minggu, 17 Mei 2015

Ibarat Kaum Anshar dan Muhajirin, “Warga Aceh tak Berhitung Untung-rugi Menolong Rohingya”





Tepat sehari setelah ditolongnya pencari suaka oleh nelayan Desa Pusong Teulaga Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa, ‘Pos Kemanusiaan’ ACT (Aksi Cepat tanggap) di Langsa sudah menerima aliran amanah berupa dana dan barang untuk membantu para pencari suaka.



Sutaryo dan Apiko Joko Mulyono, Tim ACT Pusat yang diterjunkan sebagai ACTion Team fo Rohingya-II, memutuskan melakukan perjalanan darat dari Medan-Langsa.



“Dengan begitu, kami bisa segera menyiapkan pos kemanusiaan, karena Tim pertama sudah men-set up pos kemanusiaan di Lhoksukon,” jelas Sutaryo.



Simultan dengan aktivitas belanja logistik bantuan, pos kemanusiaan ini baru berdiri pukul 12 siang.



“Kami mendapat dukungan berbagai instansi di Langsa, antara lain BPBD yang memfasilitas tenda untuk pos kemanusiaan. Sembari menanti tim yang berbelanja, pos ACT sudah didatangi warga Aceh yang mengamanahkan bantuan kemanusiaan,” ungkap Sutaryo, melaporkan ke ACT Pusat.



Informasi aliran bantuan ini, baik berupa uang tunai maupun barang – terutama logistik, masuk di sela briefing harian dipimpin langsung Ahyudin, Presiden ACT. Semua dilibas haru.







Ibarat Kaum Muhajirin dan Anshar



Mengomentari fakta kuatnya emosi warga Aceh menolong Muslim Rohingya, tanpa menekankan eksklusivitas, Vice President ACT Ibnu Khajar spontan memandang fenomena Rohingya-Aceh laksana Muhajirin-Anshar.



“Kejadian ini persis kedatangan Muslim Mekah hijrah ke Madinah. Muhajirin, kaum yang datang tak membawa apa-apa, disambut penduduk Mekah atau kaum Anshar, yang lebih dulu hijrah dan membangun kehidupan. Kejadian ini Allah abadikan dalam Al-Qurˈan Surah Al-Hasyr, ‘Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman – atau kaum Anshâr - sebelum mereka – atau Muhajirin, mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka – atau orang Muhajirin, yang hijrah ini; dan mereka mengutamakan – maksudnya orang-orang Muhajirin itu - atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan itu’. Yang dimaksud, apa pun yang mereka berikan kepada kaum yang berhijrah kepada mereka,” ungkap Ibnu. Sesaat Ibnu terdiam menahan perasaan.



“Saya tak sanggup melanjutkan,” katanya singkat.



Semua sepakat, warga Aceh tak berhitung untung-rugi menolong Rohingya. Mereka bagai pembawa rahmat, karena semua meyakini, adalah kewajiban, menolong sesama manusia yang berlari mencari perlindungan.







Doa kaum teraniaya, tak terhalang apapun, langsung diterima Sang Maha Kuasa. Maka tak heran, aliran dukungan, empati dan bantuan nyata mengalir untuk Rohingya ketika mereka muncul di Aceh.



“Andai kita tak berbuat sungguh-sungguh memolong mereka, alangkah malunya kita di hadapan Allah sebagai manusia. Tahun 2012, ACT sudah mengambil risiko berat mendatangi Myanmar dan Bangladesh demi menolong Muslim yang dianiaya di sana. Sekarang, mereka sudah di negeri kita, tak ada alasan untuk menolak panggilan langit ini, menyelamatkan nyawa mereka. Serius menyelamatkan Rohingya, itu harga diri kita,” pungkas Ibnu.



Islamedia.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar