Jumat, 22 Mei 2015

Kebaikan Warga Aceh yang Mengharukan






Mungkin ini adalah cerminan dari anjuran memuliakan tamu (peumulia jamee) yang disampaikan junjungan umat Islam, Nabi Muhammad shallalahu alaihi wassalam.



Denny Armandhanu, Wartawan CNN



Rohingya menjadi sorotan bulan ini di seluruh dunia. Aceh pun demikian. Ribuan kelompok etnis minoritas tertindas di Myanmar ini terdampar, atau terpaksa berlabuh di Aceh. Dalam keadaan mengenaskan, kurus kering kelaparan, hitam legam terbakar matahari, nyaris meregang nyawa.



Tidak sanggup rasanya menahan haru menyaksikan keikhlasan tanpa pamrih yang ditunjukkan masyarakat Aceh, terutama di perdesaan nelayan, saat menangani "tamu" yang tiba-tiba datang di pantai mereka.



Di saat banyak negara, termasuk Indonesia, menafikan keberadaan Rohingya atas nama kedaulatan negara, wilayah, ketahanan sosial dan tetek bengek lainnya, warga Aceh tidak pikir dua kali menarik Rohingya ke daratan, melayaninya dengan istimewa.



Mungkin ini adalah cerminan dari anjuran memuliakan tamu (peumulia jamee) yang disampaikan junjungan umat Islam, Nabi Muhammad shallalahu alaihi wassalam.



Ambil contoh di desa Simpang Lhee, Julok, Aceh Timur. Belum juga ratusan pengungsi Rohingya sampai di pantai, dapur umum sudah berdiri. Dengan kasih sayang seorang ibu, Mirawati, memasak makanan dalam jumlah besar untuk para pengungsi yang lunglai.



Hingga siang, Mirawati dan ibu-ibu lainnya menyendok nasi ke piring, membaginya sama rata, lauk pauk tersedia, sayur tidak lupa. Beberapa orang Rohingya bahkan diberikan dua piring nasi, dijilatinya jari-jari setelah makanan tandas dilahap. Betapa tidak, tiga bulan terakhir mereka cuma makan nasi dan garam, itu pun hanya sehari sekali.







Seluruh warga desa tumpah ruah memasak, melayani, merawat dan menghibur warga Rohingya. Hari ini mereka tidak masak untuk keluarga di rumah. Bahkan dirinya sendiri lupa makan.



Beberapa wanita desa terlihat mematutkan baju bekas untuk dipakaikan pada para pengungsi. Seorang Rohingya terlihat telah mengenakan gamis cantik dengan manik-manik di jilbabnya, ini bukan seperti pakaian bekas, tapi pakaian baru yang dikenakan saat lebaran. Senyum mereka merekah lebar.



Anak-anak Rohingya akhirnya bisa mandi, ditambah keramas. Berbulan-bulan kulit mereka kering, tidak kenal air tawar dan sabun. Mereka tertawa saat kepala diguyur air. Pemandangan yang akan menyenangkan siapapun juga.







Para bapak terlihat sibuk membagikan makanan yang seperti tidak akan ada habisnya. Kabarnya, sudah berkarung-karung beras ditanak hari ini. Kebetulan, sekarang adalah musim panen.



Sementara para pemuda, menghibur remaja Rohingya yang masih murung. Sesekali mereka menghalau wartawan yang gatal ingin mewawancarai—termasuk saya—agar pria itu bisa makan dengan tenang.



Para pemuda ini merangkul, menepuk punggung, dan mengipasi remaja Rohingya yang lahap makan dua piring nasi itu. Suhu di luar saat ini sekitar 36 derajat celcius memang.



Kabar kedatangan tamu dari Rohingya ini disebarkan melalui pengeras suara di meunasah (musholla) hingga ke berbagai desa. Berdatanganlah para pemberi bantuan yang lain.



Tidak kurang warga dari sepuluh desa memberikan bantuan.







Ditindas di negaranya, dibunuh, disiksa, dihancurkan rumahnya, diusir dari banyak negara, warga Rohingya menemukan kemanusiaan di Aceh. Kementerian Luar Negeri Indonesia mencatat, setidaknya 1.300 warga Rohingya sudah terdampar di ujung Indonesia ini. Jumlah ini belum termasuk dengan skitar 380 lain yang baru tiba di Julok pada Rabu kemarin.



Ditanya motivasi melakukan kebaikan, beberapa warga Aceh mengernyitkan dahi. Seakan mengatakan "mengapa tidak?"



Seolah ini sekadar pertanyaan retoris yang tidak layak untuk ditanyakan karena jawabannya seterang siang.



Bagi masyarakat di perkotaan besar, tindakan masyarakat Aceh ini langka, mengherankan. Tapi bagi masyarakat Aceh, ini adalah yang seharusnya dilakukan, setidaknya sebagai seorang manusia beragama.







Apalagi, seperti dituturkan beberapa warga, mereka pernah merasakan hidup kesusahan saat konflik bersenjata ataupun bencana tsunami yang menewaskan ratusan ribu orang.



Kedatangan Rohingya merupakan berkah tersendiri bagi masyarakat Aceh, kesempatan bagi mereka untuk memberikan bantuan, mencari pahala. Warga Aceh yakin, kebaikan mereka akan dibalas oleh Allah.



"Ada rahasia Allah mengapa warga Rohingya bisa sampai di Aceh. Bisa jadi, kebaikan kami akan dibalas dengan kemakmuran yang luar biasa," ujar Mulyadi, 40, sopir mobil rental, kepada CNN Indonesia.



Di bagasi mobilnya, bertumpuk pakaian bekas untuk disumbangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar