Datanglah, datanglah ke Bumi Aceh/Kami akan memelukmu duhai saudaraku/
Sebagai putra bangsa, kita tak perlu sungkan untuk merasa iri. Ini iri yang 'nyunah': iri pada intelektual saat beramal saleh dengan ilmunya; pun, iri dengan orang berada manakala ia banyak bersedekah. Dalam konteks ini, Aceh membuat saya iri. Nelayannya di Aceh Utara, Aceh Timur, tanpa ragu menolong Muslim Rohing, langsung menjemputnya di laut.
Tiba di pantai, masyarakat bersahaja, di sana pun berduyun-duyun menolong. Mereka jelas bukan intelektual pun bukan pula orang berada. Tapi dengan begitu mereka menjadi intelek sekaligus berada. Mereka intelek karena bekal keislamannya, belajar dari meunasah-meunasah.
Aura spiritualitas adalah keseharian masyarakat Aceh sedari dulu; hal yang melayakkannya menjadi provinsi bersyari'ah. Mereka berada, karena sanggup ikhlas berbagi. Bagai kaum Anshar berbagi sesuatu yang mungkin mereka sendiri masih memerlukannya, untuk kaum Muhajirin yang datang hanya membawa dirinya tanpa harta apapun.
Aceh, bagian Indonesia, telah berbagi spirit kedermawanan. Ia menginspirasi seantero negeri dan dunia. Mengejutkan begitu luas, beribu hati. Lalu semalam, seorang sahabat yang sedang studi di Ankara, Turki, berkirim kabar. Seorang mahasiswa Aceh di Turki merilis sebuah lagu untuk Rohingya. "Lagu ini sebagai solidaritas untuk Muslim Rohingya yang terdampar di Aceh," kata Teuku Bustanul Arifin, di tepi laut hitam, Trabzon, pelantun lagu ini.
Lagu itu judulnya 'Nasibmu Rohingya" terinspirasi dari puisi Azwir Nazar. Teuku Bustanul Arifin pun, mencoba menyanyikannya. "Tidak semuanya punya uang untuk membantu, demi komitmen atas kemanusiaan, kita harus mengambil peran semampu kita," ujar mahasiswa Ilahiyat tersebut. Nah, hasilnya?
Lagu tini bisa didengar via, https://m.soundcloud.com/dhilf/nasibmu-rohingya. Seperti ini liriknya:
/Mengingati /Nasibmu/Pecah tercabik sekujur tubuh/Mengapa aku lemah/Tak mampu untuk menolongmu/Kau disembelih aku tertawa/Kau dikejar aku diam/Kau terlunta aku alpa/Kau dibuat bak binatang/Apa yang harus ku kata/Pada sang Nabi cinta/Bila seluruh hidupmu/Adalah air mata/Terkatung beratap langit/Pakaianmu gelombang badai/Lapar dahaga harimu/Rohingya.../
/Ku tahu kaulah ujian tali imanku/Cinta ini membara dalam dada/Sayang ini membuncah mengguncang 'arasy/Tapi bagaimana nanti kujawab/Datanglah, datanglah wahai saudaraku/Kami akan memelukmu sepenuh cinta/Datanglah, datanglah ke Bumi Aceh/Kami akan memelukmu duhai saudaraku/
Kabar bagusnya, Azwir Nazar, mahasiswa Hubungan Internasional asal Aceh yang studi di Ankara, Turki ini, menyilakan kami - ACT Foundation, memanfaatkan lagunya untuk segenap tools kampanye kepedulian Rohingya. Dengan begitu, lagu ini menjadi amal jariyah bagi pembuatnya. Rohingya, Aceh, Indonesia: bersaudara. Di sini aku merasa iri, iri atas kuatnya jiwa filantropi orang-orang Aceh.
(Andika Rahman, Global Philanthropy Network-ACT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar